Rabu, 21 Januari 2009

Krisis Ekonomi Amerika, Akhir dari Neoliberalisme?

Posted on 11.41 by Muhammad Najihuddin


KRISIS AMERIKA : AKHIR DARI NEOLIBERALISME?

Siapa yang menyangka bahwa perekonomian Amerika sempoyongan seperti sekarang? Apalagi jika dtambah fakta bahwa yang memporak-porandakan perekonomian pada mulanya AS ternyata “hanya” kredit perumahan yang macet. Dengan tanpa ampun kredit macet ini menghentikan roda perekonomian AS. Perusahaan-perusahaan besar yang selama ini kerap dibanggakan lumpuh tidak berdaya dan minta suntikan dana agar tetap bisa bertahan. Perusahaan tersebut antara Stanly, Merryl linch, Citigroup Inc, dan Lehman Brothers dan terakhir General Motor ikut masuk bangsal perawatan akibat krisis. Secara teoritis ,krisis yang melanda Amerika ini
akan terjadi dalam tiga gelombang (ishak Rafick,2007): gelombang pertama, gelombang subprime mortgage atau kredit perumahan yang macet tadi. Pada gelombang kedua bank pemberi kredit akan dihajar ganti oleh krisis. Sedang diurutan ketiga perusahaan asuransi dipastikan kebagian hantaman krisis juga.
Kriwikan dadi grojogan demikian orang jawa mengibaratkan krisis yang terjadi di amerika sekarang ini. Bermula dari masalah yang kelihatannya sangat sepele, sekedar subprime mortgage berubah menjadi krisis finansial yang harus diobati dengan dana yang luar biasa besar. Tahap awal saja dana yang harus disuntikkan mencapai 700 US$ jika dikurs dengan Rp 10.000 maka dengan Rp 7.000 Triliun!!! Krisis ini jelas sekali mencoreng muka AS yang selama ini selalu mengkampanyekan pasar sebagai satu-satunya alternatif bagi perekonomian dalam upaya mencapai tujuannya (kemakmuran). Pasar yang selama ini di puja sebagai sumber kemakmuran negara maju, ternyata malah kini berlaku sebaliknya, lonceng kematian justru yang dibawa oleh sistem pasar bebas. Krisis Amerika ini adalah bukti bahwa neoliberal hanya bagus sebagai mitos tapi hanya omong kosong besar jika di bawa dalam kehidupan ekonomi nyata.
Selama dua dekade terakhi AS bersama inggris menjadi dua negara yang sangat aktif mengkampanyekan kebijakan ekonomi neoliberal pada semua Negara. Sebab menurut dua negara tadi liberalisasi atau kebijakan neoliberal (dalam dunia modern) merupakan satu-satunya alat untuk mencapai kemakmuran.
Istilah neoliberalisme sebenarnya merujuk pada doktrin pasar bebas yang dimunculkan oleh ekonom liberal klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Menurut Ha- Joon Chang dan Ilene Grabel dalam buku mereka Reclaiming Development : an Alternative Economic Policy Manual, neoliberal punya tiga komponen utama. Pertama menaikkan peran pasar menjadi lebih tinggi dari pemerintah dalam pengelolaan perekonomian dan mediasi arus barang dan modal (melalui penghapusan berbagai macam bantuan,patokan harga, membuka perdagangan bebas, kurs mengambang dll). Kedua, memberi ruang lebih pada swasta melalui swastanisasi asset pemerintah dan deregulasi peraturan yang anti swasta. Dan terakhir menggembar-gemborkan kebijakan ekonomi yang kuat melalui anggaran berimbang, fleksibelitas pasar tenaga kerja inflasi rendah dll (Chang & Grabel 2007).
Selama dua dekade masa pekembangannya neoliberal mengklaim telah mewarnai dunia, tidak sebatas dalam aspek ekonomi, dengan hasil yang sangat positif. Ekonom neoliberal dengan bangga mengatakan bahwa pembatasan peran pemerintah telah mengurangi defisit dan tekanan inflasi, pasar semakin terdorong, mengarah pada efisiensi dan menjadikan investai baik asing maupun domestik lebih bergairah (Chang & Grabel,2007). Hal ini berarti secara umum kebijakan neoliberal telah mengantarkan manusia ke gerbang kemakmuran. Padahal pengamatan yang jeli terhadap data-data sejarah akan menunjukkan bahwasanya klaim ekonom neoliberal tadi tidak berdasar. Dani Rodrik, seorang ekonom Harvard, telah membuktikannya. Rodrik mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan prestasi ekonomi lain yang dikumandangkan oleh pengusung panji neoliberal ini sebenarnya tidak ada. Menurut Rodrik ,kebanyakan negara yang mempraktekkan kebijakan neoliberal justru mengalami pertumbuhan yang negatif. Negara-negara Afrika sub Sahara adalah korbannya. Sementara itu tercatat hanya tiga negara di Amerika Latin yang mengalami pertumbuhan lebih baik selama periode neoliberal jika dibandingkan dengan masa intervensi pasar (1950-1980). Negara itu adalah Argentina, Chili dan Uruguay. dampak lain penerapan kebijakan neoliberal adalah kesenjangan baik di dalam suatu negara maupun antar negara yang semakin meningkat. Padahal tujuan utama ekonomi adalah kemakmuran dan pemerataan distribusi kekayaan adalah salah satu indikatornya.
Jika seperti ini adanya neoliberal, ditambah bukti terbaru kolapsnya ekonomi Amerika yang merupakan pemuja utama neoliberal apakah ini merupakan pertanda bahwa neoliberal telah habis? Sebagaimana komunis yang telah runtuh beberapa tahun silam? Menarik dan pantas ditunggu ideologi apakah yang akan ganti merajai dunia?


No Response to "Krisis Ekonomi Amerika, Akhir dari Neoliberalisme?"

Leave A Reply