Rabu, 21 Januari 2009

Imam Ghazali, Teman!

Posted on 10.58 by Muhammad Najihuddin


(Surat Untuk Temanku di Solo)
Imam ghazali kawan!tentu kalian kenal benar dengan ulama yang satu ini. Karenanya aku ingin tulisan ini diluruskan jika memang sekiranya itu harus dan perlu.Sebab aku, yang sangat jatuh hati pada pemikiran dan sosok ghozali ini adalah seorang mahasiswa Ekonomi. Jadi masalah seperti ini sama sekali bukan teritorialku. Atau dalam bahasa Andrea Hirata, aku “tidak punya wewenang ilmiah” untuk berceloteh tentang ini.

Nama lengkap ulama kelahiran Thus, suatu distrik di Khurasan, ini adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Banyak julukan yang tersemat pada Ghazali, diantaranya adalah hujjatul islam dan an-nadzar. Julukan ini terkait dengan kepiawaian beliau dalam masalah logika. Beliau banyak sekali menyangkal pendapat (syubhat) para filosof non muslim yang ditujukan untuk disusupkan ke dalam (aqidah) agama islam. Hebatnya lagi beliau menggunakan bahasa (istilah) yang juga mereka pergunakan.
Aktivitas beliau ini, yang dikenal sebagai munadzarah ini adalah salah satu bentuk dari perdebatan yang kita kenal. Hanya saja jelas debat ala Ghazali dengan para kompetitorya bukanlah debat ala kusir. Namun, yang jelas salah satu sisi yang paling menonjol dari debat adalah adu argumen, atau kalau di Jawa identik dengan eyel-eyelan ilmiah.
Lalu apa kaitan ghazali dengan kalian (kawan-kawanku)?Hubungan genetis jelas tak mungkin, sekalipun dipaksakan. Namun, walaupaun mungkin bagi orang lain hal ini terlalu dipakasakan, ada satu benang merah yang bisa kita tarik dari sosok Ghazali. Bukan hanya apa yang beliau tuliskan dalam Ihya’-nya, Tahafutul Falasifahnya, Mi’yarul ‘Ilminya atau sejemblek-jumblek karangan lain beliau. Benang merah yang saya maksudkan disini adalah cara berpikir Ghazali , bagaimana menjadi seorang yang kritis dan ngeyelan selama argument yang kita pegang rasional dan juga kuat.
Dalam suatu rapat misalnya, jika ada orang yang agak ngeyelan, jangan lantas dianggap dia egois dan tidak bisa mengerti kalian. Bolehlah kalian beri dia stempel ini tapi setidaknya setelah kalian teliti dulu gagasan yang ia lontarkan. Rasionalkah? Benarkah? Aplikatifkah? Atau justru sebaliknya? Kalau memang tidak rasional sama sekali dan cenderung konyol maka tak perlu alasan untuk menolaknya. Namun jika kalian telah menilainya (dengan obyektif) dan yang kalian temui adalah kejadian yang pertama,maka saya rasa kalian tahu apa yang harus dilakukan.
Jika kalian bertanya bukankah Rasulullah pernah bersabda al’ishmatu ma’al jama’ah? Tidak salah memang, jika pendapat banyak orang seringkali merupakan cerminan kebenaran. Namun sekali lagi hanya sebatas sering, jadi tidak selalu. Apalagi sekarang ini. Siapa yang tak kenal dengan istilah konspirasi, bukankah konspirasi walaupun mulanya hanya dari segelintir orang yang punya kesamaan gagasan, namun dalam jangka panjang akarnnya akan semakin bercabang. Mirip multilevel marketing (MLM) barangkali.
Jadi bersikap adillah terhadap pemikiran orang lain, hanya jangan karena dia tidak sekata dengan kalian maka dengan mudah kalian memberondongnya dengan pernyataan stereotip dan stigma negatif. Islam juga mengajarkan ini (berlaku obyektif). Rasullullah dan Imam Ghazali mempraktekkannya. Jadi apa tidak sebaiknya kita memulainya sekarang? Berlaku obyektif terhadap pemikiran orang lain.

No Response to "Imam Ghazali, Teman!"

Leave A Reply