Jumat, 30 April 2010

Mereview Manthiq sambil Belajar Filsafat

Posted on 23.06 by Muhammad Najihuddin



Alhamdulillah ujian telah selesai. Ada banyak waktu luang untuk membaca ulang buku-buku yang telah saya beli. Semula, minggu ini, saya jatahkan untuk mempelajari filsafat bahasa, linguistic dan semantic. Namun karena ada titipan dari pak Lik untuk membelikan beberapa buku, diantaranya logika, saya pun tertarik untuk membuka kembali sullamul munawraq. Ilmu yang dibahas dalam buku (baca; kitab) ini,sepengetahuan saya, tergolong angker di pesantren salaf. Jadi andai, anda mondok di pesantren salaf, jangan harap bisa langsung ngaji kitab ini di tahun pertama.

Tulisan ini adalah rekaman belajar saya, mengulang pembahasan qiyas iqtiraniy (silogisme kategorik). Dan karena saya new beginner dalam ilmu mantiq (ngajinya Cuma sampai anwa’ dalalah), kalau ada yang salah silakan pembaca meluruskan.

Latihan 1
Muqaddimah kubro : Semua bank yang sehat tidak akan mengalami krisis likuiditas
Muqaddimah sughro : Bank Century mengalami krisis likuiditas
Natijah : Jadi bank Century bukan bank yang sehat.

Valid dan sah tidak?

Natijah : Bank Century di-bail out oleh BI
Muqaddimah sughro : Krisis likuiditas Century berpotensi sistemik
Muqaddimah kubro : Bank yang berpotensi menimbulkan krisis sistemik di bail out oleh BI

Valid dan sah tidak?

Dari silogisme
Pemberian dana bail out dalam common sense sarjana ekonomi adalah suatu hal yang lazim dan legal diperuntukkan bagi bank yang mengalami krisis likuiditas dan berpotensi sistemik. Sebab, urutan berpikirnya (baca: prosedurnya) kurang lebih seperti dua silogisme di atas. Adapun indikator ekonomi sewaktu bank itu kesulitan likuiditas adalah konteks, tidak lebih dari data yang multitafsir (silakan kalau mau memainkan “ al’ibrotu bi ‘umum al-lafdzi la bi khususi al-sabab”). Andaipun data itu diolah sedemikian rupa, probabilitas untuk salah tetap ada.
Singkatnya, menurut kaidah logika, jika dana bail out dikucurkan maka selesai sudah urusan Century.

Bahwa logika bersifat kaku adalah fakta yang tak bisa dipungkiri. Kekakuan ini tak lepas dari fakta bahwa logika tidak mengizinkan adanya kemungkinan ketiga (principium exlusi tertii/ qanun imtina’). Karena terjebak dalam kekakuan ini, para pembuat kebijakan pun hanya melihat solusi pada bail out. Pembuat kebijakan itu tidak melihat adanya solusi alternatif (baca: jalan tengah) selain bail out. Dengan demikian dalam analogi saya, pembuat kebijakan itu tak ubahnya supir yang banting stir gara-gara melihat fatamorgana.

Terkait kekakuan logika, sejak berabad-abad yang lalu Plato telah menawarkan metode dialektika untuk mencari jalan tengah. Dialektika, yang bekerja pada tesis dan antitesis menuju sintesis dalam jumlah yang (bisa) tidak terbatas, dengan sangat baik merepresentasikan sifat penyelidikan filsafat yang radikal (sampai ke akar) sekaligus bahwa pertanyaan dalam filsafat jauh lebih penting dari jawaban. Dan keberanian untuk bertanya adalah fundamen pokok filsafat.

“Pelajar filsafat harus berani bertanya sampai ke akar-akarnya”, begitu dalam buku filsafat yang saya baca. Namun karena –sekali lagi- saya new beginner, maka saya kutipkan saja pernyataan yang relevan (mudah-mudahan benar). Pernyataan yang saya maksud adalah pernyataan Jusuf Kalla bahwa telah terjadi “perampokan” oleh manajemen Century. Tentu saja “perampokan” tak tak terlontar begitu saja oleh JK. Setidaknya JK telah berani bertanya “mengapa Century sampai kesulitan likuiditas?” terlebih dahulu. Sebab berdasarkan qiyas (silogisme) di atas, bank yang sehat tidak mungkin mengalami kesulitan likuiditas. JK, sepertinya pernah belajar filsafat.

To be continued

No Response to "Mereview Manthiq sambil Belajar Filsafat"

Leave A Reply