Jumat, 30 April 2010

Selingan; Tips berkendara di Jogja

Posted on 23.17 by Muhammad Najihuddin





Punya tunggangan saat kuliah di jogja memang sifatnya relative. Bisa primer, sekunder atau tersier. Tergantung tiap idividu mahasiswanya. Bagi mahasiswa yang aktif, entah itu studying, clubbing, travelling atau playing, kendaraan seperti motor adalah kebutuhan primer.

Di jogja, yang agak membedakan dengan daerah lain, adalah bahwa yang mutlak dibutuhkan ketika seorang berkendara bukan SIM, STNK atau surat resmi yang lain. Juga bukan pemahaman yang baik terhadap rambu lalu lintas. Sudah rahasia umum kiranya bahwa razia kelengkapan berkendara hanya ada pada tanggal tua dan di jalan-jalan itu saja. Jalan tikus yang ngadug-diug di jogja sudah cukup buat mengatasi “kendala” yang semacam ini.

Yang mutlak anda perlukan adalah ilmu kebatinan yang bagus. Ilmu kebatinan tingkat tinggi. Sebab kultur berkendara, terutama sepeda motor, di jogja, memang seperti itu adanya, menuntut kepiawaian membaca pikiran orang lain yang sedang berkendara. Membaca kapan orang di depan anda akan belok, membaca bahwa perempatan atau pertigaan benar-benar sepi dan menjamin tak akan ada kendaraan lain yang nylonong begitu saja, membaca jika orang di belakang anda akan menyalip secara serampangan, menyalip dari sisi kiri, menyalip dari kanan untuk kemudian secara mendadak belok kanan dan seterusnya dan seterusnya.

Yang perlu anda camkan juga, jangan tergesa memvonis misalnya “bahwa saraf motorik para pengendara motor di jogja korslet, nggeser riting ke kiri dan ke kanan saja tidak bisa!”. Ampun keseso. Ingat Jogja itu “alon-alon waton kelakon”. Dan itu hanya membuktikan bahwa maqam ilmu kebatinan anda belum se-level dengan para pengendara motor di jogja. Perlu diingat juga bahwa “waton” haruss dibedakan dari “aasal”. Sebab, sering juga kita dengar “alon-alon asal kelakon”. Waton tidak mengandung arti spekulasi, ngawur, dan tidak konseptual seperti yang dikandung oleh kata “asal”

Atau kalau anda menganggap ilmu kebatinan terlalu klenik dan tidak bersifat akademik. Maka sebaiknya anda punya keterampilan statistika terapan yang cukup baik saat berkendara di jogja. Namun karena ilmu ini bersifat akademik maka validitasnya ditentukan oleh uji empiric. Dan uji empiric ini tentu saja agak repot. Sebab mau tidak mau harus melibatkan observasi partisipatoris, terjun langsung. Waktu dan perhatian anda akan banyak terkuras untuk ini.

Keduanya, baik ilmu kebatinan tingkat tinggi ataupun keterampilan statistika diperlukan mutlak diperlukan di jogja. Sebab ya itu tadi, akan banyak sekali kejutan. Tambah repot kalau, anda ternyata orang yang tak terlalu sabar.

Menguasai atau setidaknya mengerti sedikit salah satu keduanya urgen sekali di jogja. Namun jika anda tidak suka keduanya, maka MBAWOR adalah opsi terakhir.

No Response to "Selingan; Tips berkendara di Jogja"

Leave A Reply